Kelurahan Kemenangan Tani atau pada awalnya disebut Kuta (Kuta dalam Bahasa Karo adalah Kampung) Kemenangan Tani dibentuk 72 tahun yang lalu atau tepatnya pada tahun 1950. Kuta Kemenangan Tani didirikan oleh seorang pemuda Suku Karo bermarga Perangin-Angin. Penduduk Kuta Kemenangan Tani pada awalnya adalah mayoritas bekerja sebagai Petani dimana mereka menggantungkan mata pencahariannya pada bercocok tanam. Oleh karena itu, dibangunlah Irigasi atau sistem pengairan untuk mengairi lahan pertanian penduduk Kuta Kemenangan Tani saat itu. Nama Kemenangan Tani mungkin terinspirasi dari latar belakang penduduk awal Kemenangan Tani saat itu, dimana dalam Bahasa Indonesia Kemenangan artinya Berjaya atau Unggul dan Tani artinya mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam.
Mayoritas penduduk Kelurahan Kemenangan Tani merupakan Suku Karo dan sampai saat ini masih menjunjung tinggi prinsip-prinsip Budaya Karo. Setiap satu tahun sekali, masyarakat Kelurahan Kemenangan Tani melaksanakan Gendang Guro-Guro Aron (GGA) atau disebut juga Kerja Tahun Kuta Kemenangan Tani yang dipelopori oleh semua elemen masyarakat Kelurahan Kemenangan Tani. Acara Adat Budaya ini sempat terhenti selama dua tahun dikarenakan pada tahun 2020 Pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia dan tahun ini sudah kembali dilaksanakan karena efek Pandemi Covid-19 yang sudah berkurang.
Sebelum menjadi bagian administratif dari Kota Medan, Kelurahan Kemenangan Tani merupakan Desa yang menjadi bagian administratif dari Kabupaten Deli Serdang. Desa Kemenangan Tani saat itu menjadi bagian administratif Kota Medan setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 yang memuat Tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan. Lurah dan Kepala Desa yang menjabat di Kemenangan Tani juga silih berganti. Adapun diantaranya, yaitu :
Kepala Desa :
Kepala Desa/Lurah
Lurah :
KEbersamaan MENANGANi, tunTAs melayaNI (KEMENANGAN TANI)